Orang Jawa menganggap
cerita wayang merupakan cermin dari pada kehidupannya.
Dewa Ruci yang merupakan
cerita asli wayang Jawa memberikan gambaran yang jelas mengenai hubungan
harmonis antara Kawula dan Gusti, yang diperagakan oleh Bima atau Aria
Werkudara dan Dewa Ruci.
Pencarian air suci Prawitasari
Guru Durna
memberitahukan Bima untuk menemukan air suci Prawitasari. Prawita dari asal
kata Pawita artinya bersih, suci; sari artinya inti. Jadi Prawitasari
pengertiannya adalah inti atau sari dari pada ilmu suci.
Hutan Tikbrasara dan Gunung Reksamuka
Air suci itu dikatakan
berada dihutan Tikbrasara, dilereng Gunung Reksamuka. Tikbra artinya rasa prihatin; sara
berarti tajamnya pisau, ini melambangkan pelajaran untuk mencapai lendeping
cipta (tajamnya cipta). Reksa berarti mamalihara atau mengurusi; muka adalah
wajah, jadi yang dimaksud dengan Reksamuka dapat diartikan: mencapai sari ilmu
sejati melalui samadi.
1. Sebelum melakukan samadi orang harus
membersihkan atau menyucikan badan dan jiwanya dengan air.
2. Pada waktu samadi dia harus memusatkan
ciptanya dengan fokus pandangan kepada pucuk hidung. Terminologi mistis yang
dipakai adalah mendaki gunung Tursina, Tur berarti gunung, sina berarti tempat
artinya tempat yang tinggi.
Pandangan atau paningal
sangat penting pada saat samadi. Seseorang yang mendapatkan restu dzat yang
suci, dia bisa melihat kenyataan antara lain melalui cahaya atau sinar yang
datang kepadanya waktu samadi. Dalam cerita wayang digambarkan bahwasanya Resi
Manukmanasa dan Bengawan Sakutrem bisa pergi ketempat suci melalui cahaya suci.
Raksasa Rukmuka dan Rukmakala
Di hutan, Bima diserang
oleh dua raksasa yaitu Rukmuka dan Rukmala. Dalam pertempuran yang hebat Bima
berhasil membunuh keduanya, ini berarti Bima berhasil menyingkirkan halangan
untuk mencapai tujuan supaya samadinya berhasil.
Rukmuka : Ruk berarti rusak,
ini melambangkan hambatan yang berasal dari kemewahan makanan yang enak
(kemukten).
Rukmakala : Rukma berarti emas,
kala adalha bahaya, menggambarkan halangan yang datang dari kemewahan kekayaan
material antara lain: pakaian, perhiasan seperti emas permata dan lain-lain
(kamulyan)
Bima tidak akan
mungkin melaksanakan samadinya dengan sempurna yang ditujukan kepada kesucian
apabila pikirannya masih dipenuhi oleh kamukten dan kamulyan dalam kehidupan,
karena kamukten dan kamulyan akan menutupi ciptanya yang jernih, terbunuhnya
dua raksasa tersebut dengan gamblang menjelaskan bahwa Bima bisa menghapus
halangan-halangan tersebut.
Samudra dan Ular
Bima akhirnya tahu bahwa
air suci itu tidak ada di hutan , tetapi sebenarnya berada didasar samudra. Tanpa
ragu-ragu sedikitpun dia menuju ke samudra. Ingatlah kepada perkataan Samudra
Pangaksama yang berarti orang yang baik semestinya memiliki hati seperti
luasnya samudra, yang dengan mudah akan memaafkan kesalahan orang lain.
Ular adalah simbol
dari kejahatan. Bima membunuh ular tersebut dalam satu pertarungan yang seru.
Disini menggambarkan bahwa dalam pencarian untuk mendapatkan kenyataan sejati,
tidaklah cukup bagi Bima hanya mengesampingkan kamukten dan kamulyan, dia harus
juga menghilangkan kejahatan didalam hatinya. Untuk itu dia harus mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:
1.
Rila: dia tidak susah apabila
kekayaannya berkurang dan tidak iri kepada orang lain.
2. Legawa : harus selalu bersikap baik dan
benar.
3.
Nrima : bersyukur menerima jalan
hidup dengan sadar.
4. Anoraga
: rendah hati, dan apabila ada orang yang berbuat jahat kepadanya, dia tidak
akan membalas, tetap sabar.
5. Eling : tahu mana yang benar dan salah
dan selalu akan berpihak kepada kebaikan dan kebenaran.
6. Santosa
: selalu beraa dijalan yang benar, tidak pernah berhenti untuk berbuat yang
benar antara lain : melakukan samadi. Selalu waspada untuk menghindari
perbuatan jahat.
7. Gembira
: bukan berarti senang karena bisa melaksanakan kehendak atau napsunya, tetapi
merasa tentram melupakan kekecewaan dari pada kesalahan-kesalahan dari kerugian
yang terjadi pada masa lalu.
8. Rahayu
: kehendak untuk selalu berbuat baik demi kepentingan semua pihak.
9. Wilujengan : menjaga kesehatan, kalau
sakit diobati.
10. Marsudi
kawruh : selalu mencari dan mempelajari ilmu yang benar.
11. Samadi.
12. Ngurang-ngurangi:
dengan antara lain makan pada waktu sudah lapar, makan tidak perlu banyak dan
tidak harus memilih makanan yang enak-enak: minum secukupnya pada waktu sudah
haus dan tidak perlu harus memilih minuman yang lezat; tidur pada waktu sudah
mengantuk dan tidak perlu harus tidur dikasur yang tebal dan nyaman; tidak
boleh terlalu sering bercinta dan itu pun hanya boleh dilakukan dengan
pasangannya yang sah.
Pertemuan dengan Dewa Suksma Ruci
Sesudah Bima membunuh
ular dengan menggunakan kuku Pancanaka, Bima bertemu dengan Dewa kecil yaitu
Dewa Suksma Ruci yang rupanya persis seperti dia. Bima memasuki raga Dewa
Suksma Ruci melalui telinganya yang sebelah kiri. Di dalam, Bima bisa melihat
dengan jelas seluruh jagad dan juga melihat dewa kecil tersebut.
Pelajaran spiritual dari
pertemuan ini adalah:
Bima bermeditasi dengan
benar, menutup kedua matanya, mengatur pernapasannya, memusatkan perhatiannya
dengan cipta hening dan rasa hening.
Kedatangan dari dewa
Suksma Ruci adalah pertanda suci, diterimanya samadi Bima yaitu bersatunya
kawula dan Gusti.
Di dalam paningal
(pandangan didalam) Bima bisa melihat segalanya segalanya terbuka untuknya
(Tinarbuka) jelas dan tidak ada rahasia lagi. Bima telah menerima pelajaran
terpenting dalam hidupnya yaitu bahwa dalam dirinya yang terdalam, dia adalah
satu dengan yang suci, tak terpisahkan. Dia telah mencapai kasunyatan sejati.
Pengalaman ini dalam istilah spiritual disebut “mati dalam hidup” dan juga
disebut “hidup dalam mati”. Bima tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti ini
sebelumnya. Mula-mula di tidak mau pergi tetapi kemudian dia sadar bahwa dia
harus tetap melaksanakan pekerjaan dan kewajibannya, ketemu keluarganya dan
lain-lain.
Arti simbolis pakaian dan perhiasan Bima
Bima mengenakan pakaian
dan perhiasan yang dipakai oleh orang yang telah mencapai kasunytan-kenyataan
sejati. Gelang Candrakirana dikenakan pada lengan kiri dan kanannya. Candra
artinya bulan, kirana artinya sinar. Bima yang sudah tinarbuka, sudah menguasai
sinar suci yang terang yang terdapat didalam paningal.
Batik poleng : kain batik yang
mempunyai 4 warna yaitu; merah, hitam, kuning dan putih. Yang merupakan simbol
nafsu, amarah, alumah, supiah dan mutmainah. Disini menggambarkan bahwa Bima
sudah mampu untuk mengendalikan nafsunya.
Tusuk konde besar dari kayu asem
Kata asem menunjukkan
sengsem artinya tertarik, Bima hanya tertarik kepada laku untuk kesempurnaan
hidup, dia tidak tertarik kepada kekeyaan duniawi.
Tanda emas diantara mata.
Artiya Bima melaksanakan
samadinya secara teratur dan mantap.
Kuku Pancanaka
Bima mengepalkan
tinjunya dari kedua tangannya.
Melambangkan :
1. Dia telah memegang dengan kuat ilmu sejati.
2. Persatuan orang-orang yang bermoral baik
adalah lebih kuat, dari persatuan orang-orang yang tidak bertanggung jawab,
meskipun jumlah orang yang bermoral baik itu kalah banyak.
Contohnya lima pandawa bisa mengalahkan seratus
korawa. Kuku pancanaka menunjukkan magis dan wibawa seseorang yang telah
mencapai ilmu sejati. [http://brotosenoku.blogspot.co.id]